Akses terhadap informasi


Akses terhadap informasi

Undang-Undang Kebebasan Informasi Indonesia tahun 2008, yang diterapkan pada tahun 2010, memandatkan pemerintah nasional dan lokal untuk menjamin hak-hak warga negara untuk mengakses informasi publik. Pemerintahan kabupaten disyaratkan untuk merespon permintaan informasi, dan menjalankan prosedur untuk menanganinya. Provinsi disyaratkan untuk membangun Komisi Informasi, dan membuat prosedur untuk menangani berbagai keluhan. Para aktivis lingkungan hidup memandang Undang-Undang ini sebagai satu hal penting bagi masyarakat sipil untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan tata guna tanah, termasuk izin eksploitasi hutan dan membersihkan kawasan.

Karena banyak pemerintahan lokal sedang berada di tahap-tahap awal implementasi, dan dengan rendahnya kesadaran publik, para mitra SETAPAK menyediakan asistensi teknis bagi pemerintah, dan membangun kapasitas masyarakat sipil dengan memberi saran pada publik mengenai bagaimana menggunakan Undang-Undang tersebut untuk memperoleh informasi tata guna tanah dan kehutanan dan menekan akuntabilitas. Perbaikan akses informasi membantu penguatan masyarakat sipil dalam mengawasi kebijakan dan praktik-praktik di lapangan, yang memungkinkan partisipasi publik yang lebih besar lagi dalam debat politik, dan meningkatkan pelaporan berbagai pelanggaran.

Sepanjang kawasan tempat mitra SETAPAK beraktivitas, berbagai pelatihan diadakan bagi para pejabat pemerintahan, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil telah mendukung pengembangan regulasi di tingkat kabupaten dan berbagai proses baru untuk pengelolaan informasi. Mereka juga mempromosikan manfaat dari akses terhadap informasi publik dan melatih para perwakilan komunitas mengenai bagaimana mengirimkan permintaan informasi dan mendaftarkan keluhan ke pengadilan jika diperlukan. Para mitra sekarang mengejar informasi berbagai kelihan di semua kabupaten SETAPAK.

Dalam beberapa kasus tujuannya adalah memperoleh informasi khusus, dan di beberapa kasus lain adalah untuk menguji akses dengan meminta sejumlah dokumen. Poin utamanya adalah studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), perincian konsesi penebangan, pertambangan dan perkebunan, serta rencana kerja pemerintahan lokal. Beberapa memperoleh keberhasilan. Pada Oktober 2014, misalnya, setelah bekerja selama satu tahun, mitra SETAPAK yaitu SAMPAN/Link-AR Borneo memenangkan satu lokasi di Kalimantan Barat ketika pengadilan administratif kabupaten memutuskan bahwa Badan Energi dan Pertambangan di Ketapang tidak memiliki kewajiban untuk merahasiakan rincian rencana kerja, kesepakatan keuangan dan analisis dampak lingkungan terhadap enam perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah tersebut.

Kejelasan di Aceh

Pada tahun 2014, mitra SETAPAK, yaitu MaTA mempertanyakan serangkaian keluhan terhadap beberapa badan pemerintahan di Aceh yang telah gagal menyediakan informasi mengenai alokasi anggaran dan proses perizinan hutan. Dengan menjalani mediasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi, MaTA memperoleh keberhasilan di setiap kasus. Juga pada tahun 2014, mitra SETAPAK, yaitu GeRAK mempertanyakan keluhan di Aceh Selatan dan Aceh Barat, ketika satu permintaan untuk informasi pertambangan, pendapatan dan kepemilikan saham ditolak. Dengan menjalani tiga mediasi di Aceh Selatan dan dua di Aceh Barat, Komisi Informasi memutuskan berada di pihak GeRAK di kedua kasus tersebut, dan informasinya sebagian besar diberikan. Kasus-kasus ini memiliki implikasi lebih jauh dari akses terhadap informasi langsung. Untuk menghindari keluhan-keluhan terhadap informasi lagi, pemerintahan Aceh baru-baru ini mengklarifikasi prosedur yang dibutuhkan untuk badan-badan pemerintahan menyediakan informasi publik.
MITRA
KISAH SUKSES
LAINNYA
PUBLIKASI
LAINNYA