Sumatra Selatan


SEKILAS SUMATERA SELATAN

Luas lahan 9.159.200 ha
Cakupan hutan dan lahan gambut 1.055.447 ha
Kawasan yang dilindungi Hutan Rawa Gambut Merang , Taman Nasional Sembilang, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Signifikansi keanekaragaman hayati Taman Nasional Sembilang (380.00 ha) merupakan habitat bagi 35 spesies langka dunia dan merupakan kumpulan burung laut paling kompleks di dunia.
Hutan Rawa Gambut Merang adalah rawa gambut yang berdekatan di propinsi ini dan merupakan rumah bagi dua spesies burung yang hampir punah.
Aktivitas utama ekonomi
  • 32% daro GDP: Pertambangan (batu bara, gas, minyak, kapur dan bijih besii)
  • 18%: Manufaktur
  • 15%: Pertanian (padi dan jagung)
  • Transportasi, komunikasi, perdagangan dan retail
  • Perkebunan : karet, kopi, teh, tebu, kelapa sawit
  • Perikanan pedalaman
Ancaman bagi hutan dan lahan gambut
  • Penebangan komersil
  • Pertambangan batu bara
  • Perkebunan kertas pulp
  • Perkebunan petani skala kecil: lebih dari 700.000 ha lahan di Sumatera Selatan telah diubah menjadi wilayah karet petani skala kecil.

Ekosistem hutan hujan di Sumatera

Tentang Sumatera Selatan

Propinsi Sumatera Selatan banyak didefinisikan sebagai dataran rendah dan memiliki tiga juta hektar rawa, wilayah terbesar kedua di Sumatera. Pegunungan Bukit Barisan membentang di sepanjang pantai barat yang memberikan cara luas, dataran rawa yang membuka ke muara di sisi timur. Dari hutan gambut pedalaman ke hutan bakau di pantai, rawa-rawa Sumatera Selatan merupakan titik keanekaragaman hayati yang sangat penting dan unik.

Keanekaragaman hayati

Taman Nasional Sembilang di pantai timur merupakan kawasan yang subur dengan rawa, hutan bakau dan hutan gambut. Juga merupakan rumah bagi harimau dan gajah Sumatera, Tapir Malaya serta berbagai spesies burung. Hutan bakau yang membentang sepanjang 35 km di pesisir taman ini juga sangat penting bagi pengembangbiakan ikan dan udang, sumber makanan bagi masyarakat lokal. Hutan Rawa Gambut Merang yang menutup wilayah seluas 83.000 ha juga merupakan kawasan rawa gambut berdekatan yang terakhir di Sumatera Selatan serta persediaan karbon yang sangat penting.

Ekonomi Sumatera Selatan

Lebih dari 60% ekonomi Sumatera berasal dari eksploitasi sumber daya alam, termasuk pertambangan batu bara, gas, minyak dan kapur. Sumatera Selatan memiliki setengah sumber batu bara di Indonesia dan merupakan pengekspor gas alam cair terbesar ketiga di dunia. Pertambangan terjadi sama dalam skala kecil, dengan perkiraan 20.000 penambang emas skala kecil di daerah. Manufaktur dan infrastruktur terus meningkat di propinsi ini, dan ketiga di Indonesia untuk mendapatkan izin konstruksi.

Bagi banyak masyarakat lokal pertanian, terutama padi, dan hasil panen petani kecil cukup menghasilkan. Sumatera Selatan merupakan propinsi andalan dalam petani kecil kopi dan produksi karet, namun kelapa sawit, teh, dan tebu juga merupakan tanaman umum.

Ancaman untuk hutan dan keanekaragaman hayati

Faktor utama yang mendorong adanya degradasi hutan di propinisi ini adalah adanya pertambangan komersil dan penebangan. Mayoritas pasokan kayu Sumatera Selatan berasal dari konsesi penebangan ke Taman Nasional Sembilang di Kabupaten Musi Banyuasin. Selanjutnya, hanya setengah dari hutan yang masih tetap ada di Sumatera pada tahun 1985, dimana Sumatera Selatan mengalami tingkat penebangan hutan tertinggi kedua dari setiap propinsi. Dataran rendah Sumatera Selatan telah menjadi sangat rentan karena aksesibilitasnya dan 80% penebangan hutan terjadi di wilayah-wilayah ini.

Penebangan hutan di dataran rendah merupakan akibat dari aktivitas-aktivitas komersil dan lokal. Bentuk tradisional budidaya padi rawa disebut Sonor digunakan oleh masyarakat Sumatera Selatan selama mengalami masa kekeringan. Selama proses ini, vegetasi di pinggiran rawa dibakar dan untuk setiap hektarnya ditanami padi, dua kali lipat area yang terbakar. Selama musim keberhasilannya budidaya Sonor memberikan kontribusi hingga10% produksi beras di Sumatera Selatan. Masyarakat juga memanen pohon Gelam (paperbark) dari Rawa Gambut Merang untuk digunakan sebagai perancah dalam konstruksi, dan berbagai perkebunan petani kecil dipotong hingga terdegradasi dan melindungi hutan.

Penebangan yang terjadi di seluruh Sumatera memiliki dampak yang sangat buruk pada ekosistem dan keanekaragaman hayati. Perubahan lahan menyebabkan erosi tanah dan berbagai komplikasi untuk saluran air utama. Masyarakat lokal yang hidup dari Sungai Musi, sungai terbesar di Sumatera Selatan, telah menyaksikan Sungai Musi menjadi semakin tertimbun lumpur. Habitat harimau Sumatera secara signifikan telah terkena dampak, akibat perkebunan kepala sawit yang menjadi penyebab langsung hampir 20% kerusakan habitat. Karena hal tersebut, hanya tinggal 400 harimau yang masih hidup di alam, dan pada laju penebangan hutan saat ini kepunahan mereka sudah dekat. Gajah Sumatera dinyatakan terancam punah pada tahun 2012.

Bibit kelapa sawit di Sumatera