(Samarinda, 9 November 2016) Tambang Batubara terus melanjutkan pembantaian terhadap anak-anak di Kalimantan Timur. Harapan agar tidak bertambahnya jumlah korban tenggelam di lubang tambang ternyata tidak disikapi serius oleh pemerintah. Kemarin Selasa, 8 November 2016, adalah hari yang naas bagi Dias Mahendra (14) dan Edy Kurniawan (15), keduanya di temukan sudah tidak bernyawa di lokasi Konsesi PT. Energi Cahaya Industritama (PT.ECI), Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda.
Dari Kesaksian warga yg dikumpulkan JATAM di lapangan, TKP adalah sawah warga yg digali oleh perusahaan tambang.
Lubang yg digali tambang ini terisi air beracun seluas 1/4 hektar dan terhubung dengan lubang tambang yg lebih besar lagi seluas 7 kali lapangan sepakbola dimana sebelumnya batubara dikeruk oleh perusahaan salah satu pemegang IUP terbesar di samarinda ini.
“Itu digarap diatas tanah dan sawah saya yg digali tanpa meminta persetujuan saya dan warga” ujar Triyono salah seorang warga pemilik lahan yg dirugikan selama ini.
Lubang bekas tambang PT ECI ini ditinggalkan sejak 2013 tanpa reklamasi, dan menggerogoti lahan lahan warga sekitar hingga menyebabkan longsor terus menerus.
Lokasi TKP hanya berjarak ± 300 Meter dengan pemukiman dan 15 meter dengan sawah berhimpitan dengan ruang kegiatan warga saat ini.
“Perusahaan dan Pengawas (pemerintah) harus bertanggung jawab atas hilangnya nyawa dua korban ini”, ucap Pradarma Rupang dinamisator Jatam Kaltim.
Sebelumnya PT.ECI yang mendapatkan izin seluas 1.977,33 Hektar masih mendapatkan hukuman dari Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK) pasca tenggelamnya Nadia Zaskia Putri (10) di kolam bekas tambang PT.ECI pada 8 April 2014. Di kaltimTotal korban akibat Tenggelam di Lubang Tambang bertambah menjadi 26 Jiwa, dan 16 di Kota Samarinda.
“saya meminta pada perusahaan segera menutup lubang tambang agar diratakan kembali, agar tidak terjadi korban selanjutnya. Pemerintah mau korban berapa lagi. Dan Pemerintah hanya berbicara omong kosong bicara ketahanan pangan, karena sawah telah di gali lalu di biarkan jadi lubang” kata pak Triyono selaku Petani pemilik lahan.
Hadirnya dua kelembagaan yang di bentuk tahun ini yaitu Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang (KRPT) serta Pansus Reklamasi dan Investigasi Korban Lubang Bekas Tambang (PRIKLBT) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimatan Timur (Kaltim) tidak memberikan perubahan yang signifikan akan persoalan ini.
Sudah lebih dari tiga bulan Pansus bekerja dan belum mengeluarkan satu pun rekomendasi begitupun KPRT Kaltim yang hanya memberikan rekomendasi administratif bukan saksi pidana yang bisa memberikan efek jera kepada perusahaan tambang.
Berbagai hal sudah di upayakan dalam mengatasi persoalan jatuhnya korban anak-anak di kaltim, mulai dari Pakta integritas (20 juni 2016) yang ditandatangani di depan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), KLHK, serta Kordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepertinya semua ini dipandang sebelah mata serta diabaikan begitu saja oleh para Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan juga Pengawas.
“Seolah tidak belajar dari lemahnya pengawasan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak justru berpestapora mengeluarkan izin-izin baru untuk perusahaan Semen yang akan merusak dan menghancurkan kawasan Karst di Sangkulirang – Mangkalihat. Cerita ini hanya mengulang kelakuan pemerintah yang hanya senang mengejar rente dari perizinan yang mengabaikan keselamatan warga” ujar Pradarma.
Peristiwa yang memilukan ini akan terus berulang ulang karena masih ada 632 di seluruh Kalimantan Timur dan 232 di Samarinda lubang menganga yang masih dibiarkan begitu saja. Tak ada tindakan serius dan tegas yang dilakukan oleh Pemerintah.
“Sudah dari kemarin kami tegaskan tutup seluruh lubang tambang yang ada di Samarinda dan Audit seluruh perusahaan Tambang yang ada di kaltim” ujar Pradarma.
Hukum dengan pengusutan kasus tidak hanya menggunakan instrumen KUHP namun juga tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan Undang - Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 Tahun 2009, UU No.04 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator ramah lingkungan untuk usaha atau kegiatan penambangan terbuka batubara, dan Keputusan Menteri Nomor: 555.K26/M.PE/1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan Umum.
Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur mendesak kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk lebih serius menyikapi persoalan ini dan segera menyeret pemilik IUP PT.ECI yang terbukti telah lalai serta mendesak kepada pemerintah selaku pemberi izin juga pengawas untuk mepertanggung jawabkan kebijakannya di hadapan rakyat.
Karena begitu banyaknya korban yang berjatuhan persoalan ini sudah seharusnya masuk dalam kategori kejahatan Luar biasa (Extra Ordinary Crime) karena membunuh generasi muda calon pemimpin bangsa Indonesia. JATAM KALTIM mendesak Presiden Republik Indonesia untuk turun tangan secara langsung menangani perkara ini dengan turun blusukan di Kalimantan Timur khusus di lubang Tambang Batubara dan menuntut kepada Awang Faorek Ishak untuk mundur dari jabatannya sebagai Gubernur Kaltim karena terbukti telah gagal menghentikan jatuhnya korban jiwa di lubang tambang.
Narahubung:
Pradarma Rupang : 085250509899
Jamil : 082156470477
I Ketut Bagia Yasa : 085391791124
Catatan redaksi:
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, menyebutkan bahwa, “setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidanan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)”.
- UU No.32 Tahun 2009 tentang PPLH Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)Pasal 125 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan bahwa, “Dalam hal pemegang IUP atau IUPK menggunakan jasa pertambangan, tanggung jawab kegiatan usaha pertambangan tetap dibebankan kepada pemegang IUP atau IUPK”. - Kepmen No. 555.K26/M.PE/1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan Umum, tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian dari penanggungjawab usaha terhadap pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang. Di lokasi tidak ditemukan rambu tanda berbahaya dan pagar pembatas disekitar lokasi kejadian.
- Permen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara, mengharuskan minimal 500 meter jarak tepi lubang galian dari pemukiman warg
- Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010, bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib di reklamasi.