Program SETAPAK yang merupakan inisiatif yang dikembangkan oleh The Asia Foundation untuk memberi perhatian terhadap upaya-upaya perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia sebagai strategi utama dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan bahwa manfaat-manfaat sumber daya hutan dan lahan didistribusikan berdasarkan asas kelestarian dan keadilan. Program yang didanai oleh Unit Perubahan Iklim Inggris (UK Climate Change Unit) ini dilaksanakan sejak tahun 2012 dimana fase pertama berakhir pada Juli 2015, yang kemudian dilanjutkan dengan fase kedua hingga Maret 2020.
Program SETAPAK menyadari bahwa tata kelola yang baik merupakan hal vital bagi pengelolaan hutan dan lahan yang lestari, sehingga program ini berupaya untuk memperbaiki tata kelola tersebut dengan cara memperkuat transparansi, akuntabilitas dan penegakan hukum oleh pemerintah, serta meningkatkan kapasitas dan jejaring masyarakat sipil. Program ini menerapkan pendekatan kolaboratif dengan mengidentifikasi individu-individu, kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang tepat untuk dilibatkan dalam membangun koalisi, mengembangkan kapasitas advokasi yang terarah, serta menyediakan dukungan sumberdaya dan pendampingan teknis. Program SETAPAK bekerja sama erat dengan pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil, lembaga penelitian, media massa dan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap tata kelola hutan yang transparan, akuntabel dan partisipatif.
Aktivitas SETAPAK
Memperkuat Transparansi dengan Mengakses Data Perizinan dan Penganggaran
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Indonesia tahun 2008 memberikan hak bagi masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi dari lembaga-lembaga pemerintah. Program SETAPAK membantu pemerintah-pemerintah daerah dalam menyediakan informasi kepada publik tentang kebijakan pemanfaatan lahan dan hutan. Program ini juga membantu para mitra dari organisasi masyarakat sipil dan kelompok-kelompok masyarakat lokal untuk memperoleh informasi tentang rencana tata ruang, proses perizinan, penerimaan pendapatan dan belanja pemerintah. Para minta didampingi dalam analisis dan penyajian data yang dapat memperkokoh advokasi serta memungkinkan partisipasi publik dengan ketersediaan informasi yang memadai dalam debat-debat kebijakan.
Menegakkan Supremasi Hukum
Supremasi hukum yang efektif memiliki makna bahwa peraturan perundang-undangan terkait tata kelola lahan dan hutan benar-benar ditegakkan secara adil dan semua sanksi diterapkan terhadap segala bentuk pelanggaran. Demi menegakkan supremasi hukum atas tata kelola hutan dan lahan, program SETAPAK memperkuat kapasitas masyarakat sipil untuk melakukan penelitian dan kajian kasus-kasus pelanggaran hukum yang terjadi, seperti korupsi, kebakaran hutan dan pelanggaran perizinan dengan cara meningkatkan akses terhadap informasi dan memperbaiki mekanisme pelaporan kasus. Pelatihan juga diberikan kepada lembaga-lembaga penegakan hukum guna meningkatkan netralitas dan mencegah pelanggaran hukum dalam proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di sektor hutan dan lahan. Program ini telah pula membantu berbagai organisasi masyarakat sipil dan masyarakat-masyarakat lokal dalam megakses bantuan hukum dan memfasilitasi upaya mediasi konflik secara formal dan informal yang bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.
Membangun Jejaring dan Kapasitas Masyarakat Sipil
Jejaring masyarakat sipil memainkan peran penting dalam menjalankan dan mendesakkan adanya tata kelola hutan dan lahan yang baik. Program SETAPAK memperkokoh kolaborasi diantara para individu, kelompok, organisasi dan masyarakat yang memiliki tujuan-tujuan yang sama dalam hal pembangunan yang berkelanjutan, keadilan gender dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal dan adat. Dengan menyatukan pihak-pihak yang tepat, program ini telah membangun koalisi yang sukses mendorong reformasi tata kelola hutan dan lahan di Indonesia. Program SETAPAK juga menyediakan peningkatan kapasitas dan pendampingan teknis terus-menerus bagi organisasi-organisasi masyarakat sipil yang menjadi mitranya guna membantu mereka memperbaiki manajemen internal dan pelaksanaan programnya, juga memperkuat kapasitas masyarakat sipil untuk memantau proses pengambilan keputusan dan dialog-dialog kebijakan terkait tata kelola hutan dan lahan. Melalui upaya seperti ini program SETAPAK berkontribusi terhadap masyarakat sipil yang giat, aktif dan konsistem memperjuangkan reformasi tata kelola hutan dan lahan yang berkelanjutan.
Mengakses Informasi Perizinan untuk Memantau Hutan-Hutan Indonesia
Satu permasalahan besar yang mendasari tata kelola hutan yang buruk di Indonesia adalah tiadanya peta yang jelas, akurat dan konsisten yang memuat tutupan hutan dan batas-batas kepemilikan lahan termasuk klaim kepemilikan lahan oleh masyarakat setempat dan masyarakat adat. Berbagai badan pemerintah menerbitkan izin untuk pengusahaan hutan, perkebunan dan pertambangan berdasarkan peta-peta yang saling bertentangan. Hal ini berujung pada izin-izin yang saling tumpang-tindih serta persetujuan hak pengusahaan hutan, perkebunan dan pertambangan berdasarkan peta-peta yang saling bertentangan. Hal ini berujung pada izin-izin yang saling tumpang-tindih serta persetujuan hak pengusahaan di kawasan-kawasan hutan yang melanggar undang-undang lingkungan hidup. Data yang diperoleh akan memungkinkan mitra program SETAPAK untuk memantau kepatuhan sektor kehutann dan perkebunan sawit terhadap dokumen-dokumen perizinan, undang-undang lingkungan hidup serta batas-batas kepemilikan lahan masyarakat.
Pengarusutamaan Gender
SETAPAK mendorong partisipasi perempuan dalam proses pembuatan kebijakan, meningkatkan keterwakilan perempuan, menjamin alokasi anggaran yang setara, meningkatkan kesadaran terhadap isu gender, memfasilitasi perempuan mengakses informasi, dan memperoleh akses dan kontrol di sektor hutan dan lahan.
Wilayah Kerja SETAPAK
Program SETAPAK saat ini bekerja bersama lebih dari 70 masyarakat sipil dari 10 Provinsi, termasuk di tingkat Nasional. Provinsi Wilayah Kerja SETAPAK : Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat. Semua ini merupakan kawasan yang sarat sumber daya hutan dan lahan gambut yang rentan terhadap laju perubahan tata guna tanah.
Klik provinsi pada peta diatas untuk melihat mitra kami di provinsi tersebut.