Esai Favorit Pilihan Pembaca “Intip Hutan”
Sumber: Forest Watch Indonesia

Masih ingatkah kita dengan tertangkapnya para pemburu gading gajah di Jembatan Leighton II Pekanbaru pada Februari 2015 lalu? Kini kasus tersebut tidak banyak mendapat perhatian dari kalangan media dan masyarakat. Media dan masyarakat seakan dibuai oleh Drama Politik yang terjadi di Negeri ini. Sungguh ironis! Ketika tidak ada lagi tempat berpijak bagi hewan bongsor Gajah Sumatera, bahkan di rumahnya sendiri.

Perkara tersebut kini telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Propinsi Riau. Setelah sebelumnya ketujuh terdakwa yaitu Fadli (51), Ari (40), Mursid (52), Ruslan (40), Ishak (25), Anwar (40) dan Dani (19) telah divonis rata-rata 1 tahun oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Bengkalis. Padahal berdasarkan UU No. 5 Pasal 21 ayat (1) dan (2) Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya maka pelaku diancam hukuman pidana penjara maksimal 5 Tahun penjara dan denda paling banyak RP. 100.000.000.

Vonis ini dirasa mencederai rasa keadilan oleh pemerhati Gajah Sumatera, bagaimana tidak? Disisi lain para pemerhati Gajah Sumatera sibuk memikirkan dan melakukan aksi untuk melindunginya tapi disisi lain sebagian oknum malah memanfaatkannya sebagai sumber ‘penghasilan’. StatusCriticallly Endangered yang dikeluarkan oleh IUCN tidak cukup membuka hati kalangan luas. Dengan jumlah Populasi yang diperkirakan 300-350 ekor di Riau, Gajah Sumatera kini diambang kepunahan (selangkah menuju punah dia alam)! Berdasarkan data WWF-Indonesia setiap tahunnya di Riau terus terjadi kasus kematian Gajah Sumatera, pada tahun 2015 ini WWF mencatat 10 ekor Gajah mati di Riau. Meskipun angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2014 yang mencapai 24 ekor kematian Gajah. Upaya penyelamatan Gajah masih terus dilakukan, pemberian sanksi dan hukuman yang tegas dirasa perlu untuk memberikan efek jera terhadap pelaku pembunuh Gajah.

Proses peradilan kini masih terus berjalan, namun hanya menyisakan 4 orang terdakwa yaitu Ari, Ishak, Anwar dan Dani. Sementara Fadli yang notabene nya adalah pemodal malah tidak dijerat hukum dan hanya berstatus sebagai saksi pada sidang di Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci oleh Majelis Hakim yang beranggotakan Bangun Sagita Rambey, Wanda Andriyenni dan Nurrahmi. Mursid dan Ruslan dianggap tidak terlibat di TKP yang terletak di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.

Berdasarkan fakta persidangan yang terungkap di Pengadilan, Ari memberikan keterangan kepada Majelis Hakim bahwa Fadli adalah tersangka utama yang merupakan otak dan pemodal dalam perkara ini. Ari dkk diperintahkan oleh Fadli untuk mencari gading Gajah untuk kemudian dijual kepadanya dengan harga 4 juta/kg gading gajah yang didapatkan. ‘Senjata, amunisi, logistik dan modal kami dalam memburu Gajah semuanya diberikan oleh Fadli, Fadli lah bos kami’ terang Ari. Majelis hakim menanyakan status Fadli yang dalam Berita Acara Pidana (BAP) berstatus sebagai saksi, sementara berdasarkan fakta sidang Fadli adalah tersangka utama. ‘Saudara Jaksa, kenapa Fadli berstatus sebagai saksi di perkara ini? Harusnya dia adalah terdakwa utama’ ungkap Ketua Majelis Hakim, Bangun Sagita Rambey. Namun, Jaksa Penuntut Umum yaitu Ermindawati dan Anton menyatakan bahwa mereka hanya meneruskan pelimpahan berkas dari Kejaksaan Tinggi Riau, dimana pada berkas tersebut Fadli memang berstatus sebagai saksi. ‘Kami sudah berkali-kali memanggil saksi Fadli yang mulia, akan tetapi yang bersangkutan selalu mengelak dan tidak hadir untuk dimintai keterangannya sebagai saksi di persidangan’ terang Ermindawati.

Fadli yang merupakan otak dan pemodal dari kelompok pemburu Gading Gajah ini telah dipanggil sebanyak 5 kali untuk mengikuti dan dimintai keterangan nya sebagai saksi, tetapi yang bersangkutan selalu tidak bisa menghadiri persidangan. Bahkan Jaksa Penuntut Umum sudah mendatangi rumah dan kebunnya, akan tetapi Fadli tidak berada ditempat. ‘Kami sudah melakukan upaya pemanggilan, mulai dari via telepon, sms bahkan sampai datang kerumah dan kebun nya di Simalinyang, akan tetapi yang bersangkutan selalu tidak ada, kami titipkan surat panggilan kepada penjaga kebunnya, tetapi yang bersangkutan juga tidak hadir di persidangan. Padahal ini adalah panggilan kelima yang sudah kami layangkan’ jelas Anton Jaksa Penuntut Umum.

Sungguh ironis memang, kini Fadli telah melenggang dan tidak lagi ditahan, bahkan penegak hukum seakan tidak berani menyentuh Fadli walau hanya berstatus sebagai saksi. Tidak terlihat upaya penegak hukum untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Padahal tertangkapnya kelompok pemburu gading Gajah yang dimodali oleh Fadli ini adalah sebuah langkah yang sangat diapresiasi oleh banyak kalangan pemerhati Gajah. Dalam 10 tahun terakhir tidak satupun kematian Gajah berhasil diungkap.

Reski Ardiansyah selaku pemerhati Gajah dari Mapala UIR menyatakan, ‘kami mendukung dan mengapresiasi langkah penegakkan hukum terhadap pelaku pemburu gading Gajah, tapi kami kecewa dengan putusan hakim di Pengadilan Negeri Bengkalis yang hanya menghukum pelaku rata-rata 1 tahun penjara, bahkan kini Fadli yang merupakan pemodal dan tersangka utama sudah tidak lagi ditahan. Kami berharap untuk perkara yang digelar di Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci ini, Jaksa dan Hakim dapat lebih memberikan efek jera terhadap pelaku serta dapat mengambil keputusan yang adil dan bijak’.

Negara harus sadar akan potensi kelestarian alam yang kita miliki, jangan sampai kelak anak cucu kita tidak lagi dapat merasakan kelestarian alam ini, melainkan hanya melihat hijaunya hutan dari lukisan, hanya mendengar riak air sungai via smartphone, melihat Gajah dan satwa lainnya dibalik layar TV dan yang terpenting adalah, setiap dari kita berkewajiban menjaga kelestarian alam dimulai dari hal terkecil yang ada disekitar kita. Semoga ini menjadi tantangan untuk kita semua yang harus dipecahkan, bukan sebagai salah satu celah untuk bersikap pesimistis dan masa bodoh. Lestari Alamku, Lestari Negeriku! Selamatkan

comments