Kekayaan hutan dan potensi sumber daya alam di Indonesia ternyata tidak membuat kita mengelola dan menjaganya dengan baik, justru ada sekelompok oknum yang berupaya untuk memanfaatkan sumber daya alam secara masif bagi kebutuhan bisnis.
Inilah yang menjadi penyebab utama banyaknya permasalahan kehutanan serta pengelolaan hutan yang tidak berkelanjutan di negeri kita. Sebut saja problem deforestasi dan degradasi lahan yang jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun di sejumlah wilayah di Indonesia, sehingga Indonesia menjadi sorotan dunia untuk bersama mencari solusi dari permasalahan yang tak kunjung henti ini. Maka, sangat penting bagi pegiat lingkungan untuk turut mempertimbangkan pembangunan sektor hutan dan lahan yang berkelanjutan, serta memperhatikan aspek pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat desa sekitar hutan.
Atas dasar inilah The Asia Foundation (TAF) melalui Program SETAPAK yang memberi perhatian terhadap upaya perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia sebagai strategi utama dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan bahwa manfaat sumber daya hutan dan lahan didistribusikan berdasarkan asas kelestarian dan keadilan. Program SETAPAK menyadari bahwa tata kelola yang baik merupakan hal vital bagi pengelolaan hutan dan lahan yang lestari, sehingga program ini memiliki tujuan untuk memperbaiki tata kelola dengan berbagai sistem kerja yang dibentuk.
Dalam mengkoordinasi program, masyarakat di sekitar hutan menggunakan momentum kebijakan Perhutanan Sosial nasional untuk memastikan masyarakat dapat mengakses Kawasan hutan sebagai upaya untuk melestarikan hutan dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Masyarakat juga menggunakan kebijakan Perhutanan Sosial untuk memperkuat hak tenurial termasuk bagi masyarakat adat. CSO dan pemerintah bekerja sama untuk melakukan percepatan target Perhutanan Sosial, antara lain dengan membentuk Pokja Percepatan Perhutanan Sosial di daerah, mengalokasikan anggaran PS, dan membuat regulasi tentang PS di nasional maupun daerah.
Dalam upaya menjalankan program yang dicanangkan, para Mitra SETAPAK pun menghadapi berbagai tantangan yang ditemukan di lapangan, seperti:
- Lambannya implementasi Perhutanan Sosial di lapangan
- Lambannya implementasi HA di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh.
- Kurangnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang PS dan proses pengajuannya
- Adanya konflik tenurial yang melibatkan masyarakat dan perusahaan dan upaya penyelesaian konflik yang lamban
- Usulan PS dari masyarakat yang belum ditindaklanjuti dalam bentuk SK izin
- Minimnya alokasi anggaran daerah untuk Perhutanan Sosial dan penguatan kelembagaannya
Salah satu bentuk dukungan Mitra SETAPAK dan masyarakat dalam mendorong Perhutanan Sosial melalui Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) yang ada di wilayah Pesisir Padang Tikar – Kalimantan Barat, antara lain:
- Legalitas Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat diperoleh pada tahun 2016.
- Hutan Desa (HD) terbagi kedalam hutan lindung 69,299 ha, HPT (Hutan Produksi Terbatas) 1,985 ha, dan HPK (Hutan Produksi Konversi) 5,086 ha. Secara administrasi, HD tersebut terbagi kedalam wilayah administrasi 10 desa. (total: 76.370 ha)
- Mitra SETAPAK di Kalbar, SAMPAN, bersama masyarakat mendorong optimalisasi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan jasa lingkungan maupun ekowisata, serta menjaga hutan mangrove dan gambut dari kegiatan ilegal, penguatan LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa), serta memastikan sumber-sumber pendanaan untuk pembangunan Hutan Desa (HD), baik dari pemerintah maupun pihak ketiga (seperti perbankan).
Pengelolaan hutan yang sesuai dengan perundangan harus terus kita pantau bersama, tak terkecuali seluruh pihak yang bergabung dalam Program SETAPAK termasuk para Mitra SETAPAK serta bantuan masyarakat luas. Dukungan Anda sangat berarti bagi kelestarian hutan Indonesia.