Berdasarkan analisa citra satelit, laju deforestasi di bumi pada 2014-2016 mencapai 20% lebih cepat dibanding yang terjadi dekade sebelumnya. Meskipun para aktivis dan pemerintah sudah berupaya penuh menghentikan deforestasi, namun sejak tahun 2000 hampir 10% hutan alami mengalami degradasi atau penebangan mencapai 200 kilometer persegi setiap hari.
Atas usaha pemerintah untuk memerangi pembalakan liar, angka deforestasi pada tahun ini turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil analisa data penutupan lahan tahun 2017, deforestasi nasional adalah 479 ribu ha, dengan rincian di dalam kawasan hutan seluas 308 ribu ha, dan di Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 171 ribu ha (sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017).
Reforma Agraria, Solusi Atasi Deforestasi
Terangkum dalam Undang Undang Pokok Agraria, reforma agraria adalah penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani dan rakyat kecil pada umumnya.
Implementasinya pun tidak bisa dipisahkan dari perhutanan sosial, sebagai program yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar : lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia.
Perhutanan Sosial merupakan perwujudan dari program Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo:
Ke-1, negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara INdonesia.
Ke-6, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Ke-7, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah Indonesia telah menargetkan areal pengelolaan hutan oleh masyarakat melalui program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat dan Kemitraan kehutanan.
Untuk itu, pemerintah mulai fokus terhadap permasalahan ini dengan melakukan reforma agraria dan perhutanan sosial, melalui kebijakan yang tertuang dalam Perpres Nomor 86/2018 tentang Reforma Agraria. Tercatat hingga akhir Agustus 2017 lalu, capaian hasil reforma agraria yang dijalankan pemerintah masih tidak sesuai dengan jumlah yang ditargetkan. Redistribusi lahan mencapai 245.097 bidang atau seluas 187.036 Ha, yang telah diterima oleh 179.142 KK.
Target ini memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, karena di lapangan ada beberapa permasalahan yang menjadi kendala reformasi agraria:
- Pertama, sulitnya mengukur antara rencana dan implementasi. Proses penetapan obyek tanah yang prematur mengindikasikan bahwa perencanaan kurang matang.
- Kendala kedua adalah data pertanahan, problem utamanya adalah karena validitas data di Indonesia yang belum terintegrasi. Terutama data yang berasal dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan.
- Hambatan ketiga, tidak seimbangnya political capacity di jajaran menteri dan birokrasi atas political will pada kabinet kerja yang dicanangkan Presiden terhadap reforma agraria.
- Terakhir, belum populernya isu tentang reforma agraria di institusi pendidikan tinggi mengakibatkan minimnya acara kajian ilmiah maupun munculnya ahli reforma agraria di Indonesia.
Dari fenomena ini, kemiskinan dan pengangguran di pedesaan jumlahnya meningkat karena rakyat semakin kehilangan akses terhadap tanah. Selain itu konflik agraria muncul, baik berupa perselisihan tanah di tingkat rumah tangga petani, meningkatnya penguasaan tanah skala besar, hingga tata ruang yang tumpang tindih.
Mengutip pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, reforma agraria akan diturunkan jadi tiga aksi. Pertama, menyoal legalisasi lahan, melalui pembagian akses lahan yang adil kepada seluruh masyarakat. Kedua, penetapan prioritas penerimaan tanah obyek reforma agraria (tora) berdasarkan kebutuhan lahan. Ketiga, pengembangan usaha pertanian dengan metoda aglomerasi atau kluster. Pelibatan gerakan reforma agraria ini pun akan memastikan lokasi, obyek dan subyek agar tepat sasaran sehingga penyelesaian konflik agraria dapat dilaksanakan.