Sumber foto: https://presidenri.go.id
Mirisnya kondisi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang hampir tidak memiliki hak kepemilikan dan hak kelola, membuat pemerintah mengeluarkan program Perhutanan Sosial (PS) sebagai bentuk solusi dalam pemerataan ekonomi. Dengan adanya program ini, masyarakat dapat memperoleh status hutan dan hak untuk mengelola lahan hutan, ataupun melakukan kegiatan usaha berbasis hutan, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), serta Kemitraan Kehutanan.
Perhutanan sosial dilaksanakan secara klaster untuk mencapai pertumbuhan ekonomi domestik. Dengan cara ini, kesempatan kerja akan terbuka luas dan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.
Melanjutkan misi untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan, pada 25 November 2018 lalu Presiden Joko Widodo secara langsung menyerahkan sejumlah Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial kepada masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan. Penyerahan dilakukan di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, dengan penerima SK dari 10 kabupaten, yaitu Muara Enim, Musi Rawas, Pagar Alam, Lahat, Banyuasin, OKU selatan, OKU, OKI, OKI Timur, dan Musi Banyuasin, dengan luas 56.276 ha, yang meliputi 9.710 KK.
Dengan pemberian SK Perhutanan Sosial ini, Presiden berharap agar masyarakat bisa memanfaatkan lahan yang ada dengan produktif. Masyarakat akan dibebaskan untuk menanami dengan berbagai komoditas seperti kopi, buah-buahan atau tanaman holtikultura, terutama yang cocok dengan iklim dan cuaca setempat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, menyebut bahwa target Perhutanan Sosial di Indonesia pada 2018 seluas 2 juta ha. Saat ini realisasi penerbitan SK Perhutanan Sosial sudah mencakup 2,173 juta ha.
Semoga dengan berjalannya program ini dapat membantu pemerataan ekonomi bagi petani dan masyarakat di sekitar kawasan hutan di Indonesia, serta dapat mengatasi konflik pengelolaan lahan, kesenjangan akses kelola lahan, dan membuka akses lapangan pekerjaan bagi masyarakat