Penghentian kasus pembakaran hutan dan lahan oleh Polda Riau terhadap 15 perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI serta perkebunan kelapa sawit, dianggap Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) sebagai perbuatan melanggar perintah Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti serta penggantinya, Jenderal Pol Tito Karnavian.

Polda Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan ke depannya semua Polda tidak boleh mengeluarkan SP3 terkait kasus Karhutla yang terjadi.

“Dugaan pembakaran hutan oleh korporasi tidak boleh mengeluarkan SP3,” kata Tito di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Jakarta, Rabu (7/9).

Tito mengatakan untuk mengeluarkan SP3 atas kasus karhutla, Polda diharuskan berkonsultasi lebih dulu dengan Mabes Polri. Sehingga nantinya Mabes Polri bakal melakukan gelar perkara dengan melibatkan Propam, Divkum dan Kementerian LHK untuk memutuskan layak apa tidaknya kasus Karhutla itu di-SP3.

“Sehingga kita harapkan SP3 korporasi dugaan kebakaran hutan ke depan tidak ada dilakukan secara terbuka (tanpa melibatkan Mabes Polri),” ujar Tito.

Selama 100 hari menjabat sebagai Kapolda Riau, sejak 21 Maret 2016, Brigjen Pol Supriyanto, hingga kini belum juga mencabut Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Padahal, tutur Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah, Kapolri Badrodin Haiti, waktu itu, menginstruksikan menuntaskan kasus karhutla, illegal logging dan penyelundupan barang illegal yang masuk ke Riau.

“Mengapa hingga 100 hari kinerja Kapolda Supriyanto, belum juga mencabut penghentian perkara 15 korporasi diduga pembakar hutan dan lahan dan Riau tahun 2015?” kata Woro Supartinah.

Dalam menetapkan SP3 terhadap kebakaran di dalam areal 15 perusahaan pada 2015 silam, Polda Riau beralasan lahan tersebut sedang berkonflik dengan masyarakat sekitar. Analogi ini ternyata pernah juga ditetapkan pada kasus PT Adei. Namun, Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut. Alasannya tidak ada bukti yang mengarah bahwa 15 perusahaan tersebut membakar hutan dan lahan.

Adapun ke-15 perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI). Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.

Karena SP3 itu sudah dikeluarkan, Jenderal Pol Tito Karnavian mempersilakan bagi pihak yang keberatan dan memiliki bukti untuk mengajukan pra peradilan. “Karena sudah produk hukum, ia hanya bisa dibuka dengan produk hukum lainnya yaitu pra peradilan. Silakan semua pihak yang merasa keberatan, kalau mempunyai data lakukan pra peradilan,” sebutnya.

Sumber:
kompas.com
merdeka.com
riauonline.co.id